WHAT'S NEW?
Loading...

Skripsi PRAKTIK PEMBAGIAN HARTA WARISAN


ABSTRAK

M. Azmi Auda. 2008. Praktik Pembagian Harta Warisan (Studi Kasus Pada Masyarakat Dayak di Desa Loksado Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan). Skripsi, Jurusan Ahwal al-Syakhsiyah, Fakultas Syari’ah. Pembimbing: (I) Drs. H. Jalaluddin M.Hum. (II) Ansharullah S.Ag.

Penelitian ini bertolak dari pemikiran bahwa pembagian harta warisan yang ditetapkan dalam Islam sudah memiliki konsep dasar yang dapat dijadikan dasar acuannya. Kemudian melihat adanya terjadi perbedaan dalam praktik pembagian harta warisan pada masyarakat Dayak di Desa Loksado Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan yang tidak sesuai dengan hukum islam. Maka penulis berkeinginan untuk mengetahuinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik sekaligus alasan-alasan dalam pembagian harta warisan Masyarakat Dayak di Desa Loksado Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian Lapangan (Field research) yang bersifat studi kasus dengan meneliti 5 kasus dengan lokasi di Desa Loksado Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Subyek penelitan ini adalah Masyarakat Dayak di Desa Loksado, sedangkan Obyek penelitiannya tentang praktik pembagian harta warisan Masyarakat Dayak Desa Loksado Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Untuk mendapatkan data digunakan teknik dokomentasi dan wawancara, kemudian melalui teknik analisis Diskriptif kualitatif, penelitian ini menghasilkan temuan:
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pada 5 kasus dalam praktik pembagian harta warisan Masyarakat Dayak di Desa Loksado Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan semuanya menggunakan kebiasaan dalam masyarakatnya dan tidak mengetahui akan pembagian harta warisan secara hukum Islam (faraidh) dan juga terkadang setelah pembagian tersebut malah lebih sering menimbulkan masalah dibanding dengan pembagian secara hukum islam.

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw merupakan sebuah aturan yang lengkap dan sempurna, yang mengatur segala aspek kehidupan untuk keselamatan dunia dan akhirat.
            Salah satu syariat yang diatur dalam ajaran Islam adalah tentang hukum waris, yakni pemindahan harta warisan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
Hukum waris yaitu segala jenis harta benda atau kepemilikan yang ditinggalkan pewaris, baik berupa uang, tanah dan sebagainya.[1]
Hukum waris menurut Kompilasi Hukum Islam pada Pasal 171 (a) adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.[2]
            Tata cara pembagian harta warisan dalam Islam telah diatur dengan sebaik-baiknya. Alquran menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun.[3] Pembagian masing-masing ahli waris baik itu laki-laki maupun perempuan telah ada ketentuannya dalam Alquran.
Firman Allah swt:
لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالأَقْرَبُوْنَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ اَوكَثُرَ نَصِيْبًا مَّفْرُوْضًا  (النساء : 7 )
Artinya:
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. (An-Nisa: 7)[4]

Dalam syariat Islam telah ditetapkan bahwa bagian ahli waris laki-laki lebih banyak dari pada bagian perempuan, yakni ahli waris laki-laki dua kali bagian ahli waris perempuan.
Firman Allah swt:
يُوصِيْبُكُمُ اللهُ فِيْ اَولاَدِكُمْ لِلذَّكَرِمثل حَظِّ الاُنْثَيَيْنِ ...(النساء : 11 )
Artinya:
Allah mensyari’atkan bagi mu tentang  (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan dua orang anak perempuan…(An- Nisa: 11)[5]

Allah swt menjanjikan surga bagi orang-orang yang beriman yang mentaati ketentuan-Nya dalam pembagian harta warisan dan ancaman siksa bagi mereka yang mengingkari-Nya.



Firman Allah swt:
تِلْكَ حُدُوْدُ اللهِ وَمَنْ يُّطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ يُدخِلْهُ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا وَذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ . وَمَنْ يَّعْصِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهُ يُدخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ . (النساء : 13-14)
Artinya:
(Hukum-hukum) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah, barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya niscaya Allah memasukkannya ke dalam syurga yang mengalir di dalamnya, sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya, dan itulah kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang menudurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya niscaya Allah memasukannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (An-Nisa: 13-14).[6]

            Ayat di atas dengan jelas menunjukkan perintah dari Allah swt, agar umat Islam dalam melaksanakan pembagian harta warisan berdasarkan hukum yang ada dalam Alquran. Rasulullah saw. mempertegas lagi dengan sabdanya:
عن ا بن عبا س : قا ل رسو ل الله صلى الله عليه وسلم : ا قسموا
ا لما ل بين اهل الفرائض على كتا ب الله (رواه مسلم  [7].(
Artinya:
Dari Ibnu Abbas berkata: bersabda Rasulullah saw. Bagilah harta warisan di antara ahli waris sesuai dengan ketentuan kitabullah. (HR. Muslim).[8]

            Bagi umat Islam melaksanakan ketentuan yang berkenaan dengan hukum kewarisan merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan, karena itu merupakan bentuk manifestasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
            Pembagian harta warisan dapat juga dilakukan dengan cara bagi rata, artinya masing-masing ahli waris mendapat bagian yang sama dari harta warisan tanpa memandang apakah ahli warisnya itu laki-laki atau perempuan dengan jalan berdamai berdasarkan kesepakatan bersama antara ahli waris sebagaimana disebutkan pada ketentuan Pasal 183 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan setelah masing-masing menyadari bagiannya.[9] Pada Masyarakat Dayak muslim khususnya yang berada di Kecamatan Loksado Kabupaten HSS (Hulu Sungai Selatan) dalam pembagian harta warisan, sebagian masyarakatnya ada yang menggunakan pembagian harta warisan dengan cara bagi rata antara ahli waris berdasarkan perdamaian (musyawarah) yang dikenal dengan islah, tetapi dengan cara tersebut malah lebih sering menimbulkan masalah dibanding dengan yang dilakukan sebagaimana dengan ketentuan hukum faraidh, dan permasalahannya tersebut sangat berakibat bagi keturunan (keluarga) karna dengan adanya permasalahan ini ahli waris yang awalnya sepakat ternyata akhirnya mengingkari akan pembagian harta warisan tersebut maka timbullah rasa kecemburuan di antara ahli waris. Sehingga rengganglah rasa kekeluargaan yang mereka miliki.
Melihat adanya praktik yang demikian pada sebagian Masyarakat Dayak muslim yang ada di Kecamatan Loksado Kabupaten HSS dalam pembagian harta warisan, karna mengigat sifat Masyarakat Dayak tersebut menganut sistem kekeluargaan maka penulis tertarik melekukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul: PRAKTIK PEMBAGIAN HARTA WARISAN (STUDI KASUS PADA MASYARAKAT DAYAK DI DESA LOKSADO KECAMATAN LOKSADO KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN).




0 comments:

Post a Comment